ORAMI Kulwap X Zwitsal baby : Bye-bye tantrum, cara asyik menghadapi sikecil utk betah dirumah dimasa pandemi

Hallo Bunda semua 😊😊 Selamat sore. Terima kasih sudah menyempatkan waktunya untuk berpartisipasi dalam Kulwap hari ini. Perkenalkan saya Indah Sundari Jayanti, M.Psi., Psikolog. (Psikolog, Founder Aditi Psychological Center, TV Presenter, Speaker and Spoke Person)
Bunda bisa panggil saya Indah.

Hari ini kita akan saling sharing mengenai tumbuh kembang anak-anak di masa toddler, khususnya terkait tantrum dan bagaimana Bunda bisa mencegah atau mengatasi agar anak betah di rumah serta siap menghadapi new normal.

Semoga sharing hari ini berjalan lancar dan memberikan manfaat untuk kita semua ya, Bun 😊😊

Bagaimana kabar Bunda semua selama di rumah aja? Hal hal menarik apa saja sih yang sudah dijumpai dari anak anak toddler Bunda?

Sebagai seorang Ibu, tentu mengasuh dan membesarkan anak menjadi salah satu tugas dan peran yang harus dilakukan ya Bun. Setiap anak memiliki proses tumbuh kembangnya masing-masing dalam setiap tahap perkembangan berdasarkan usianya, mulai dari masa janin sampai dewasa.

Perkembangan setiap anak merujuk pada proses tumbuh kembang dalam mencapai optimalisasi kematangan 
aspek biologis seperti perkembangan otak, pertumbuhan tinggi dan berat badan, serta perubahan hormon, maupun aspek psikologis seperti perkembangan kognitif, psikososial, dan sosioemosional.

Setiap tahap dalam perkembangan individu tentu memiliki tantangan tersendiri bagi setiap Ibu, karena selalu menghadirkan tugas perkembangan yang menimbulkan proses perubahan dan penyesuaian.

Salah satu proses penyesuaian dan perubahan yang paling awal ditemui oleh Ibu adalah ketika anak berada di usia 1-3 tahun. Saya sering denger nih Bun, banyak sekali Bunda yang menceritakan "keaktifan" anak yang meningkat drastis pada usia ini.

Usia 1-3 tahun masuk ke dalam tahap preschool. 
Adapun tugas perkembangan anak usia preschool, diantaranya adalah:

• Menyesuaikan diri dengan rutinitas hidup sehat.
• Membiasakan makan makanan yang baik.
• Toilet training.
• Pengembangan fisik sesuai kemampuan motorik.
• Paham tanggungjawab dalam keluarga.
• Memahami ekspektasi.
• Mengekspresikan emosi.
• Belajar komunikasi efektif.
• Peka terhadap situasi berbahaya.
• Belajar mandiri.
• Memahami makna kehidupan lebih luas.

Pada usia ini, aspek kognisi dan emosi anak mulai berkembang. Anak mulai mempelajari bahasa sebagai simbol yang dapat digunakan untuk mengungkapkan pemikiran dan perasaannya.

Pada usia ini, anak juga mulai mempelajari kemandirian dan tanggungjawab pribadi yang membuatnya merasa 
“Aku bisa melakukannya sendiri”.

Namun, dalam tahap ini, anak belum sepenuhnya bisa membahasakan apa yang ia pikirkan dan rasakan serta belum sepenuhnya bisa melakukan berbagai hal sendirian. Keterbatasan itu yang akhirnya membuat anak seringkali frustrasi karena tidak bisa menyampaikan apa yang ia inginkan secara tepat. Sehingga, tantrum  menjadi kondisi yang sangat lekat pada anak di usia 1-3 tahun. 
Masa-masa ini sering juga disebut dengan terrible two.

Tantrum adalah kondisi dimana anak mengekspresikan emosi yang tidak mampu ia regulasi. Karena tidak mampu meregulasi, anak menjadi marah dan menggunakan anggota tubuhnya sebagai simbol dari ekspresi emosinya. Sehingga anak cenderung memunculkan perilaku menangis, berteriak, memukul, atau menendang.

Beberapa hal yang biasanya membuat anak tantrum adalah:
1. Anak merasa lelah, lapar, atau tidak nyaman.
2. Anak tidak mendapatkan apa yang ia inginkan (mainan atau perhatian orangtua).
3. Anak belum memiliki kemampuan yang cukup dalam berbahasa, sehingga ia belum benar-benar bisa mengatakan apa yang ia inginkan, rasakan, atau butuhkan dengan tepat.

Tantangan dalam menghadapi anak yang tantrum tentu menjadi lebih berat dalam situasi pandemi ini. Berdasarkan berbagai penelitian (Psychology Today), pandemi Covid-19 telah memberikan dampak bagi kondisi kesehatan mental para Ibu, terutama Ibu yang memiliki anak bayi, batita, dan balita.

Peran sebagai individu, istri, dan juga Ibu yang harus dilakukan secara bersamaan membuat kondisi mental Ibu menjadi lebih tertekan. Sedangkan anak yang sebelumnya memiliki kebebasan untuk bermain keluar atau bahkan tahu bahwa ia bisa berjalan-jalan atau pergi rekreasi bersama Ibunya, kini menjadi dibatasi untuk selalu berada di rumah dan main di rumah. Hal tersebut tentunya dapat berdampak pula pada kondisi emosi anak ketika ia merasa “tidak diizinkan” untuk bermain di luar rumah. Bukan tidak mungkin, anak akan semakin frustrasi karena terbatasnya ruang gerak untuk ia bermain.

Lalu, apa dong yang harus Bunda lakukan dalam menghadapi anak yang tantrum selama berada di rumah?

Pada dasarnya, baik Bunda ataupun Ayah harus bekerjasama dalam menghadapi atau mendidik anak. Anak harus melihat kesamaan aturan ataupun kesamaan cara antara Bunda dan Ayah agar anak tidak bingung atas aturan yang ditetapkan.

Dalam menghadapi kondisi tantrum anak, Bunda perlu memahami tiga situasi yang dihadapi, yaitu sebelum tantrum terjadi agar menghindari kondisi tantrum pada anak, saat tantrum terjadi, dan setelah tantrum terjadi.

Sebelum terjadi tantrum:
1. Berikan apresiasi pada perilaku positif yang dilakukan anak.
2. Berikan kesempatan pada anak untuk mengambil kontrol, misalnya dengan menanyakan “Kamu mau jus jeruk atau jus apel?”, “Kamu mau sikat gigi sekarang nggak?”.
3. Jauhkan benda-benda yang berbahaya atau “terlarang” bagi anak.
4. Alihkan perhatian anak dari sesuatu yang ia minta namun tidak bisa ia dapatkan ke hal lain yang sama atau lebih menarik, misalnya mengajak anak untuk memainkan mainan yang lain atau membacakan cerita bergambar pada anak.
5. Bantu anak dalam mempelajari atau melakukan hal baru. Apresiasi dahulu pencapaiannya sebelum masuk ke tantangan yang lebih sulit.
6. Pertimbangkan setiap permintaan anak. Bisa dengan berdiskusi dengan anak, seperti “Kamu mau minum lagi? Emang perutnya nggak kembung?”. Artinya, jangan selalu meng”iya”kan keinginan anak. Ciptakanlah suasana diskusi dan kompromi dengan anak.
7. Pahami kapan anak merasa lelah sehingga orangtua tahu bahwa saat itu adalah saatnya anak untuk istirahat. Jika sudah waktunya istirahat, jangan paksa anak untuk tetap bermain atau melakukan aktivitas bersama orangtua.

Saat terjadi tantrum:
1. Tetap tenang dalam menghadapi anak yang tantrum. Jangan ikut terpancing amarah karena akan semakin membuat anak frustrasi. Ingatlah bahwa tugas orangtua adalah untuk membuat anak kembali tenang.
2. Pahami terlebih dahulu apa yang membuat anak tantrum. Jika anak lapar atau lelah, artinya sudah waktunya anak makan atau isritahat. Jika anak tidak bisa mendapat apa yang ia inginkan, alihkan perhatiannya.
3. Tetap perhatikan anak. Terkadang, anak menjadi tantrum untuk mencari perhatian orangtua. Dalam kondisi ini, orangtua harus membuat anak merasa tetap diperhatikan tapi anak harus belajar bahwa ada cara yang lebih baik selain tantrum. Orangtua bisa memberikan waktu pada anak untuk melepas emosinya sambil berkata “Kamu sedih ya? Iya nggak apa-apa, nangis aja dulu. Nanti kalau udah tenang, peluk Mama atau bilang kamu mau apa ya”.
4. Jangan memberikan langsung apa yang anak minta dalam kondisi tantrum. Hal ini justru akan membenarkan tantrum yang anak lakukan. Biarkan anak merasa tenang terlebih dahulu, lalu lakukan proses diskusi. Beritahu anak bahwa apa yang anak inginkan bisa ia dapatkan tanpa harus marah atau berteriak.

Setelah terjadi tantrum:
1. Apresiasi anak yang mampu mengontrol dirinya seperti mengatakan “Mama bangga deh kamu bisa lebih tenang”.
2. Peluk anak dan pastikan anak merasakan bahwa ia tetap mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya walau sebelumnya sudah tantrum.
3. Pastikan anak mendapatkan tidur yang cukup agar dapat mengurangi tantrumnya. Jika sehabis tantrum anak tertidur sendiri, biarkan ia tertidur. Tidur bisa menjadi salah satu cara untuk membuat anak lebih tenang.

4. Temui Ahli (Psikolog atau Dokter) jika:
a. Ibu atau Ayah merasa marah dan tidak mampu mengontrol emosi saat anak tantrum.
b. Ibu atau Ayah tetap memberikan apa yang anak inginkan saat sedang tantrum.
c. Tantrum yang terjadi disebabkan oleh perasaan negatif antara orangtua dan anak.
d. Tantrum terjadi semakin intens.
e. Anak sering menyakiti diri sendiri saat tantrum.
f. Anak sulit diajak berdiskusi dan tidak kooperatif.

Nah, saat ini kita telah memasuki era new normal, situasi baru yang pastinya menyebabkan perubahan dan membutuhkan penyesuaian, sama seperti setiap tahap perkembangan anak. Banyak orangtua yang mulai khawatir bahwa kondisi new normal yang mengharuskan physical dan social distancing akan berdampak pada perkembangan dan kecakapan sosial anak yang justru akan memicu situasi tantrum yang lebih ekstrem pada anak (Rahil D. Briggs melalui Psychology Today). Apakah Bunda juga merasakan hal yang sama? 😊😊

Terutama bagi para orangtua yang terbiasa menitipkan anak mereka pada day care atau orang dewasa lainnya. Tentu saja hal ini tidak akan sama seperti sebelumnya, yang justru malah menimbulkan kecemasan baru pada orangtua 😟

Namun, Bunda tidak perlu merasa khawatir. Perkembangan dan kecakapan sosial anak tidak berpatokan pada seberapa banyak orang yang anak temui.

Perkembangan anak justru akan sama baiknya jika anak memiliki seorang caregiver yang secara intens selalu bersama dengannya dan terlibat keterikatan yang dalam dengan anak, dalam hal ini adalah Bunda.

Keterlibatan Ayah, atau orang dewasa lainnya seperti Kakek, Nenek, atau saudara dari sang anak, akan membuat kecakapan sosial anak berkembang dengan sendirinya selama masing-masing anggota keluarga menunjukkan keterikatan satu sama lain.

Dengan kata lain, Bunda tidak selalu harus bekerja sendiri. Dibutuhkan peran serta Ayah dan anggota keluarga lain untuk berperan dalam proses tumbuh kembang anak seperti mengajak anak bermain, memberi anak makan, memandikan anak, memberi tahu anak tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, menemani anak tidur, dan hal lainnya. Sehingga kondisi tantrum anak bisa diatasi oleh seluruh anggota keluarga 👨‍👩‍👧‍👦

Artinya, tidak ada hubungan antara kondisi tantrum anak dengan perubahan kehidupan di era new normal.

Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan oleh Bunda, Ayah, dan juga anggota keluarga lain untuk membuat kemampuan sosial anak tetap berkembang di era new normal saat ini:
1. Ciptakan suasana yang menyenangkan sehingga Ibu dan anak bisa sama-sama tertawa.
2. Ajak anak berdiskusi untuk mengasah kemampuan berbahasanya.
3. Ajak anak bermain bersama Ibu atau anggota keluarga lainnya.
4. Ajak anak melakukan video conferences dengan anggota keluarga lain yang tidak berada di rumah.

Kuncinya, seorang anak usia 1-3 tahun sudah bisa memahami berbagai hal di sekitarnya melalui perspektifnya sendiri. Karena itulah, ia seringkali merasa mampu melakukan berbagai hal padahal kenyatannya kemampuannya masih sangat terbatas.

Kondisi tantrum adalah hal yang sangat normal terjadi pada anak. Bunda diharapkan untuk tetap tenang dalam menghadapi anak yang tantrum. Karena, semakin emosional Bunda, anak akan menjadi semakin emosional juga. 

Berdiskusi dan berkompromi dengan anak menjadi kunci utama dalam menghadapi tantrum anak. Ketika kemampuan berbahasa anak sudah semakin berkembang, maka tantrum juga akan semakin berkurang.


QnA...
Pertanyaan 1
Ibu Nurhanda_Makassar_usia bunda 30 tahun dan usia anak 3 tahun.
Apa yang sebaiknya saya lakukan jika Jika tantrum pada anak tampak terlalu sering, atau membuatnya menyakiti dirinya atau orang lain? Anak saya jika lagi tantrum kadang kali memukul dirinya sendiri atau orang lain, bagaimana cara menanganinya dok? Apakah hal ini perlu penanganan lebih lanjut?

Hai Bunda Nurhanda 😊😊
Sebenarnya proses menyakiti diri sendiri dan orang lain dalam tantrum anak adalah hal yang biasa. Namun yang perlu dilihat adalah intensitasnya dan dampaknya. Apakah setiap anak tantrum pasti menyakiti dirinya sendiri? Lalu, apakah dampaknya merugikan bagi anak atau orang lain?

Jika iya, Bunda bisa mengajak anak berdiskusi setelah anak sudah tenang. Bunda bisa bertanya kenapa anak menyakiti diri sendiri dan orang lain. Bunda juga bisa bertanya tentang apa yang anak rasakan setelah menyakiti dirinya dan orang lain. Setelah anak menjawab, Bunda bisa menambahkan informasi pada anak bahwa apa yang anak lakukan itu tidak baik karena bisa membuat dirinya dan orang lain terluka. 

Misal:
"Adek kalau pukul-pukul gitu sakit kan? 
Sama, bunda juga sakit kalau adek pukul."
"Kalau adek pukul tangan sendiri dan pukul Bunda terus, nanti adek sama Bunda bisa sakit dan sedih. Adek mau?"

Beri kesempatan pada anak untuk memahami dan menginternalisasi. Perubahan mungkin tidak langsung terlihat, tapi setidaknya bertahap. Bunda bisa membantu perubahan anak dengan mengingatkan ketika anak mau menyakiti dirinya atau orang lain, Bunda bisa bilang "Adek inget kan kalau pukul-pukul itu bikin sakit dan sedih?".

Jika perilaku anak masih belum berubah, sebaiknya Bunda temui Ahli seperti psikolog atau dokter 😊😊

Pertanyaan 2
Cerly-Bandung-30 thn,5 thn,5 bulan
Bagaimana menghadapi anak dengan egois tinggi dan kritis..bagi saya yg mengidap bipolar disorder terkadang membuat saya bingung untuk bersikap..kadang saya memilih meninggalkan anak ke kamar untuk menyendiri saat saya merasa sikap anak sudah mengesalkan

Hai Bunda Cerly 😊😊
Saya coba klarifikasi dulu ya, anak yang egois tinggi itu seperti apa? Kalau melihat usia anak Bunda, sangat wajar anak sudah mulai kritis. Karena kemampuan kognisi dan bahasanya sudah mulai berkembang. Justru ini adalah tanda yang baik dalam proses tumbuh kembang anak.

Sebenarnya wajar jika anak mempertanyakan banyak hal. Jika Bunda sudah mulai kewalahan, coba tarik napas dulu dalam2 dan buang napas secara perlahan. Tenangkan dulu diri Bunda lalu kembali bermain lagi bersama anak 😊

Pertanyaan 3
Ibu Nurhanda_Makassar_usia bunda 30 tahun dan usia anak 3 tahun.
Halo dok,, saya ingin bertanya seputar dampak dari tantrum pada anak. Apakah tantrum ini bisa berdampak negatif bagi tumbuh kembang emosionalnya? Dan apakah Tantrum pada anak tidak membawa dampak yang positif??
Terima kasih sebelumnya dok..

Eh, ini Bunda Nurhanda lagi ya hehehe 😊😊
Seperti yang sudah saya jelaskan di materi ya Bunda. Tantrum adalah hal normal yang terjadi pada proses tumbuh kembang anak. Ini menjadi bagian yg wajar dilalui oleh setiap anak di usia 1-3 tahun.

Justru dengan mengalami tantrum, anak belajar untuk meregulasi emosinya. Anak belajar untuk melalui proses diskusi dan kompromi dengan orangtua. Yang artinya, anak belajar mematangkan aspek emosi dan komunikasinya.
Jadi pasti ada dampak positifnya Bun 😊

Pertanyaan 4
Nama Dea- bekasi - anak 1 tahun
Bagaimana cara melarang anak yang baik, dia masih suka lempar2 mainan dan robek2 buku. sudah berusaha pakai kata2 positif tapi belum berhasil. 
kalau dilarang dia akan marah

Hai Bunda Dea 😊😊
Anak dengan usia 1 tahun masih mengembangkan kemampuan motorik kasarnya. Artinya, ia menggunakan tangan dan kaki sebagai simbol dari emosi dan kognisinya.

Pada usia ini, anak belum benar benar mengetahui mana yang boleh dan tidak. Fokus anak adalah meraih berbagai benda disekitarnya dengan menggunakan tangan.

Jika Bunda tidak ingin anak merobek buku, ada baiknya Bunda jauhkan dulu buku yang tidak boleh dirobek dari anak. Lalu dekatkan saja mainan2 yang lebih aman untuk dilempar atau dirobek. Jika kemampuan berbahasa anak sudah semakin berkembang, anak barulah mulai paham tentang aturan benar salah yang boleh dan tidak boleh ia lakukan 😊😊

Pertanyaan 5
Lia - Bandung - 31th ank 3th
Bagaimana mengatasi anak yang bangun tidur langsung menangis tidak jelas. Smw permintaan sdh di turutin tp tidak ada yg benar menurut ank jd dia menangis terus. Ank sdh disounding dr usia 2thn utk bangun tidur tdk menangis tp smp skrg masih sering menangis. Biasanya saya diamkan nangis smpai bener2 diam menangisnya namun durasi menangisnya bisa sampai 30 menit. Salahlakh cara sy seperti itu??

Hai Bunda Lia 😊
Apakah intensitas menangisnya selalu terjadi setiap hari? Apakah sudah pernah memeriksakan anak ke Dokter atau Psikolog? Jika semua usaha sudah dilakukan namun masih belum bisa menenangkan anak, mungkin Bunda bisa membawa anak ke Dokter untuk diobservasi lebih lanjut 😊

Pertanyaan 6
Nama "Ariya Hidayah" - Semarang, Jawa Tengah-usia 21th dan usia anak 1th
Pertanyaan :
Bagaimana mengontrol emosi dan menjaga konsistensi orang tua saat menghadapi anak yg sedang dan tantrum? Dan bagaimana menghadapi org sekitar kita yg selalu ikut campur sehingga anak enggan menaati aturan yg sudah dibuat dan anak jadi bingung dan sering tantrum?

Hai Bunda Aria 😊
Waaah.. tantangan terbesar dalam menghadapi tantrum anak memang adalah emosi kita sendiri ya, Bun 😅.

Yang pasti, Bunda harus memahami dan mengenali dulu kondisi emosi Bunda. Jika Bunda merasa sudah terlalu lelah atau mood nya sedang tidak baik, Bunda bisa mengambil waktu untuk Bunda menenangkan diri terlebih dahulu. Sama seperti yang saya sampaikan pada Bunda Cerly, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meregulasi emosi adalah dengan relaksasi pernapasan.

1. Tarik napas dalam melalui hidung dalam hitungan 3 detik.
2. Tahan selama 4 detik sambil memberikan afirmasi positif pada diri Bunda untuk tetap tenang.
3. Buang perlahan melalui mulut dalam hitungan 3 detik.

Lakukan terus sampai Bunda merasa benar2 lebih tenang.

Namun jika keadaan mendesak dan disaat bersamaan ada anggota keluarga lain yang bisa membantu, Bunda bisa meminta bantuan pada anggota keluarga lain sambil Bunda tenangkan diri dulu.

Terkait orang sekitar. Seberapa dalam atau seberapa banyak bentuk "ikut campur"nya? Bunda bisa memberi pengertian pada ybs tentang aturan apa yang Bunda tetapkan pada anak. Misal, Bunda sampaikan bahwa jika anak meminta sesuatu dengan merengek, jangan langsung dikasih ya

Pertanyaan 7
Fitri 30 bln Tangsel 
Saat anak tantrum sbg orgtua kan harus bisa membedakan mana emosi dan mana strategi. Ketika tantrum krna emosi misal saat tdk diperbolehkan main air dlm toilet dan sudah tdk bisa dibujuk dg rayuan dn akhirnya menangis, atau perilaku lain yg bisa membahayakan anak tsb :
- Sejauh mana batasan/cara orgtua utk mengatasi tantrum tsb? 
- Jika sudah memukul, apa yg sebaiknya orgtua lakukan?
*sbg manusia apalagi ibu rumah tangga, pasti memiliki batas kesabaran, jika hal tersebut tdk bisa dikendalikan bagaimana mengendalikan anak yg sedang tantrum? 
Terima kasih.

Hallo Bunda Fitri 😊
Pada dasarnya pertanyaan Bunda sudah ada jawabannya pada materi yang saya berikan ya Bun 😁 Ada berbagai cara yang bisa Bunda lakukan, mulai dari mengalihkan perhatian anak ke hal lain sampai mengajak anak berdiskusi dan berkompromi (khususnya ketika sudah tenang).

Proses memukul juga menjadi bagian normal dari tantrum. Tinggal dilihat, jika memukulnya ini sudah memiliki intensitas yang tinggi dan merugikan diri anak dan orang lain, Bunda bisa mengajak anak kembali diskusi dan lebih menegaskan pada anak tentang mana yang boleh atau tidak.

Terkait menjaga kesabaran dalam menghadapi anak tantrum juga bisa menggunakan metode latihan relaksasi pernapasan ya Bun.

1. Tarik napas dalam melalui hidung dalam hitungan 3 detik.
2. Tahan selama 4 detik sambil memberikan afirmasi positif pada diri Bunda untuk tetap tenang.
3. Buang perlahan melalui mulut dalam hitungan 3 detik.
Lakukan terus sampai Bunda merasa benar2 lebih tenang.

Pertanyaan 8
Nita - SumSel - 35th, 17bln
Assalamu’alaikum Dok, mau tanya, bagaimana mengatasi anak tantrum yg terjadi pada saat berada ditempat umum? Terkadang ada rasa ingin cepat selesaikan tantrumnya krn malu dg orang2 sekitar jdnya kita kasih saja apa yg anak inginkan agar cepat diam. Apakah cara tsb salah Dok?
Terima kasih

Waalaikumsalam Bunda Nita 😊
Nah dalam situasi ini Bunda memang harus serba fleksibel nih Bun hehehe. Jadi, Bunda bisa lihat dulu situasinya. Apa sudah cukup mengganggu? Misal, anak sudah mulai lempar2 barang yang mengganggu orang lain. Bunda bisa memberikan apa yang anak inginkan (hal ini sebisa mungkin tidak dilakukan terlalu sering).

Namun, jika masih ada kesempatan untuk mengalihkan perhatian anak pada hal lain, itu lebih baik dilakukan Bun 😊

Pertanyaan 9
Rifa-Bandung-Usia 25 Th / 2 Th
Siang Dok, Apakah anak tantrum bisa disebabkan oleh perilaku negatif temannya? misalnya anak melihat temannya memukul, mendorong atau sebagainya.
Bagaimana sikap kita dalam menghadapi perilaku negatif temannya tersebut? Terimakasih

Hai Bunda Rifa 😊
Seperti yang sudah saya jelaskan, perilaku tantrum muncul sebagai respon normal dari anak yang belum mampu meregulasi emosinya. Jadi, mencontoh atau tidak, anak tetap memiliki tahap mengalami tantrum. Karena tantrum adalah bagian dari perkembangan tiap anak. Jadi, tantrum itu normal terjadi ya Bun 😊😊

Pertanyaan 10
Adhe - Bogor - 34th & 1th
Pertanyaan :
Bagaimana cara membedakan Tantrum & menangis/manja biasa pd anak yg baru berusia 1th? Krna belum terlalu bisa terbaca, yg ada setiap malam sering menangis kejeerr tiba tiba padahal kondisi sedang tertidur, dan susah untuk diredakan (diberi asi salah, ini salah itu salah).
Mohon pencerahannya 😊🙏

Hai Bunda Adhe 😊
Betul sekali Bun, bahasa universal anak usia 1th dalam mengatakan apapun adalah menangis, dan kadang sebagai Ibu kita menjadi bingung apa yang sebenarnya anak inginkan ya Bun 😅

Gapapa Bunda, dalam proses parenting, bukan hanya anak yang belajar, tapi orangtuanya juga belajar. Bunda belajar untuk memahami perilaku anak.

Memang tidak ada penjelasan spesifik dalam membedakan tangisan anak. Semua tergantung perilaku setiap anak dan tergantung bagaimana setiap Bunda memahaminya. Artinya, Bunda sendiri yang harus mengenali kebutuhan anak. Jika awalnya Bunda masih bingung, lama2 Bunda pasti akan menemukan polanya sendiri dan bisa membedakan tangisan anak berdasarkan apa yang anak mau.

Kuncinya, Bunda jangan menyerah dalam berusaha. Jika diberi A anak masih nangis, coba yang B. Masih nangis juga? Coba yang C. Sampai akhirnya nanti Bunda bisa menemukan sendiri polanya.
Semangat Bunda 😊😊

Pertanyaan 11
Nama: Ana - Depok. Usia 26th, usia anak 18bulan.
Bagaimana cara menghadapi anak yang terlalu takut dengan orang lain? 
Sejak pandemi ini saya dan anak selalu di rumah, jarang interaksi di luar rumah, anak ku jadi takut berlebihan kalau ketemu orang lain 🙏 saat lebaran kemarin kumpul2 keluarga, dia jadi seperti trauma, sedikit2 ada suara pintu atau suara motor jadi takut berlebih, nangis bahkan bisa memukul2 dirinya sendiri.. Mohon solusinya 🙏🙏

Hai Bunda Ana 😊
Hmm.. pandemi ini memang memberikan banyak sekali dampak perubahan ya Bun.

Pada dasarnya, proses interaksi anak dengan orang lain tidak harus selalu dilakukan secara langsung. Di situasi seperti ini, anak juga harus mendapat kesempatan dalam berinteraksi secara virtual. Memang perlu diperhatikan dan dibatasi terkait keterlibatan gadget dengan anak. Hanya saja, anak tetap harus diberi ruang untuk "melihat orang lain".

Lalu, Bunda dan anggota keluarga lain di rumah pun harus tetap memberikan stimulus pada anak untuk merangsang emosinya. Misal, membiasakan anak untuk mendengar suara orang lain dengan volume yang cukup tinggi. Sehingga anak tetap terbiasa

Pertanyaan 12
Peby Nurmalasari  - Tasikmalaya - 27tahun dan anak usia 1 tahun - Dok ciri ciri tantrum pada anak dari mulai mudah marah apabila dilarang dan ciri lainnya akan berpengaruh pada sikapnya dimasa datang?  Terimakasih Dok

Hai Bunda Peby 😊
Perlu diketahui oleh Bunda sekalian, bahwa bukan tantrum yang berpengaruh terhadap perilaku anak di masa yang akan datang, tapi bagaimana anak menghadapi tantrum 😊

Maksudnya begini, tantrum itu kan hal normal ya, Bun. Artinya pasti terjadi pada tiap anak. Justru menjadi tidak baik kalau kita "menekan" perilaku tantrum anak. Artinya anak menjadi tidak memiliki kesempatan dalam mengekspresikan emosi sesuai usia dan tahap perkembangannya.

Nah, terus apa dong yang jadinya bisa berdampak pada perilaku anak di masa yang akan datang?

Sesuai materi yang saya berikan terkait apa yang bisa Bunda lakukan sebelum, saat, atau setelah anak tantrum, ada poin utama yang menjadi kunci, yaitu diskusi dan kompromi. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan kecakapan berbagai aspek psikologis anak, seperti emosi, kematangan berpikir, daya ingat, kemandirian, dll.

Jika anak dibiarkan tantrum tanpa Bunda ajak diskusi atau kompromi, anak akan berpikir bahwa "oh, cara menyelesaikan masalah tuh berarti harus dengan marah2, nangis, dan memukul ya". Anak tidak paham bahwa ada cara lain yang lebih baik untuk menyelesaikan masalah.

Lalu misal setiap anak tantrum, Bunda langsung memberikan apa yang anak inginkan. Hal itu justru akan membuat anak belajar bahwa "yaudah, besok2 aku tinggal nangis dan nendang2 aja biar bisa dapet mainan yang aku mau". Dan pemikiran itu akan bertahan sampai di masa yang akan datang.

Jadi paham ya Bun bedanya? Bukan tantrum yang berpengaruh pada perilaku anak di masa yang akan datang, tapi bagaimana anak menghadapi tantrumnya. 😊😊😊


Kesimpulan :
Bunda, menghadapi proses tumbuh kembang anak memang tidak pernah mudah. Adaaaa saja tantangan yang kita temui seiring bertambahnya usia anak.

Tapi tenang saja, sulit bukan berarti tidak bisa kan? Kuncinya, tetaplah tenang dan ingat bahwa Bunda tidak sendirian. Kerjasama dengan Ayah menjadi hal yang bisa mempermudah semua prosesnya.

Tantrum adalah hal yang normal terjadi sebagai bagian dari tahap perkembangan anak. Ingat, bahwa anak usia 1-3 th pun sudah bisa diajak diskusi dan kompromi ringan. Diskusi dan kompromi justru menjadi hal yang dibutuhkan dalam menentukan proses tumbuh kembang anak ke depannya.

Keep calm to calming down your child
😊😊😊






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sharing Session TD23 : SLEEP TRAINING