ORAMI Kulwap : Amankah Imunisasi ditengah wabah covid-19
dr. Caessar Pronocitro, Sp. A., M. Sc. adalah dokter spesialis anak. Beliau merupakan lulusan dokter umum dari Universitas Gadjah Mada serta lulusan double degree spesialis anak dan magister ilmu kedokteran klinis dari Universitas Gadjah Mada. Saat ini dr. Caessar berpraktik di RS Pondok Indah Bintaro Jaya, dengan jadwal praktik Senin-Sabtu pukul 09.00 - 16.00. dr. Caessar juga merupakan anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia, narasumber dan editor medis KlikDokter.
Selamat sore moms. Saya dr Caessar, senang sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk berbagi informasi mengenai kesehatan anak, khususnya hari ini dengan topik imunisasi.
Berikut garis besar hal-hal yang akan kita bahas.
1. Apa itu imunisasi dan perannya dalam sistem kekebalan tubuh?
2. Apa manfaat imunisasi bagi kesehatan?
3. Apa sebenarnya fakta mengenai imunisasi terkait isu-isu/hoax yang beredar?
4. Bagaimana rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia terkait imunisasi selama pandemi COVID-19?
Baik, kita mulai ya.
1. Apa itu imunisasi dan perannya dalam sistem kekebalan tubuh?
Imunisasi adalah suatu usaha pencegahan primer penyakit, dengan memasukkan “antigen” atau benda asing, berupa virus atau bakteri yang telah dilemahkan, atau komponen dari virus atau bakteri tersebut ke tubuh, dengan tujuan memicu pembentukan kekebalan tubuh terhadap antigen tersebut.
Imunisasi telah terbukti sebagai bentuk pencegahan penyakit yang paling efektif dan efisien, sehingga diterapkan oleh semua bangsa di dunia. Agar kita lebih mudah memahami tentang vaksin dan efektivitasnya, ada baiknya kita mempelajari lebih dahulu mengenai kerja sistem kekebalan tubuh.
Sistem kekebalan tubuh secara umum dapat dibagi menjadi yang spesifik dan non-spesifik. Sistem kekebalan tubuh yang non-spesifik, tidak menarget antigen atau benda asing tertentu. Yang termasuk ke dalam sistem kekebalan tubuh non-spesifik di antaranya meliputi sel-sel jaringan tubuh dan berbagai produk sel. Contohnya, sel-sel lapisan kulit, yang mencegah masuknya virus atau bakteri, atau sel-sel kekebalan tubuh yang memang kerjanya non-spesifik.
Jadi, begitu ada antigen, misalnya virus atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh, sistem kekebalan tubuh non-spesifik akan langsung bereaksi, dan berusaha menyingkirkan antigen tersebut. Apabila sistem kekebalan tubuh non-spesifik ini berhasil menyingkirkan antigen, maka sistem kekebalan tubuh spesifik tidak perlu terlibat.
Sementara, sistem kekebalan tubuh spesifik, menarget antigen tertentu. Contohnya adalah antibodi spesifik. Kerjanya jauh lebih efektif karena masing-masing sel dalam sistem kekebalan tubuh spesifik memiliki peran dan target masing-masing. Antibodi untuk virus campak, misalnya, dapat dengan cepat mengenali virus campak dan memicu produksi lebih banyak lagi antibodi campak untuk menyingkirkan virus campak.
Analoginya, sistem kekebalan tubuh non-spesifik itu seperti satpam atau hansip, yang jumlahnya banyak, namun jobdesc-nya tidak spesifik. Begitu ada yang mencurigakan, langsung diringkus. Sementara, sistem kekebalan tubuh spesifik itu seperti Densus 88, yang lebih terlatih dalam mengenali teroris dan menanganinya dengan teknik-teknik yang lebih khusus dan canggih.
Berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri membutuhkan sistem kekebalan tubuh yang spesifik ini agar dapat sembuh. Namun, seringkali karena satu dan lain hal, sistem kekebalan tubuh spesifik tidak dapat memberikan respon secara cepat atau kuat, sehingga infeksi meluas dan menimbulkan penyakit yang berat atau bahkan kematian.
Di sinilah peran imunisasi. Saat kita memperkenalkan antigen yang telah dilemahkan, atau komponen dari antigen tersebut, maka sistem kekebalan tubuh akan terpicu untuk memproduksi antibodi yang spesifik, dan dapat bertahan untuk waktu yang lama. Sehingga, apabila terjadi infeksi yang sesungguhnya, sistem kekebalan tubuh akan dengan cepat mengenali dan mengatasi infeksi tersebut.
Analoginya, dengan memberikan latihan simulasi terhadap anggota-anggota tentara ataupun Densus 88, maka mereka akan dapat beraksi dengan cepat dan efektif saat ada serangan yang sesungguhnya.
2. Apa manfaat imunisasi bagi kesehatan?
Bukti bahwa imunisasi telah berhasil menurunkan angka kejadian penyakit dapat diperoleh di berbagai jurnal dari berbagai negara. Sebagai contoh, penyakit cacar atau smallpox, yang angka kejadiannya di Amerika Serikat 29.000 per tahun di awal abad 20, tidak lagi ditemukan saat ini. Penyakit ini secara resmi telah dinyatakan hilang dari muka bumi, karena program imunisasi cacar atau smallpox yang berhasil. Apabila suatu penyakit telah dinyatakan resmi menghilang atau tereradikasi, maka tidak lagi diperlukan imunisasi untuk penyakit tersebut.
Contoh lain dari data di Amerika Serikat (karena kebetulan sistem kesehatan di sana sudah maju dan selalu mengumpulkan data dengan lengkap), membandingkan angka kejadian dari awal abad 20 dengan tahun 2013, adalah difteri, dari 21.000 kasus menjadi 0, pertusis dari 200.000 menjadi 28.000, polio dari 16.000 menjadi 1, campak dari 530.000 menjadi 187, rubella dari 47.000 menjadi 9, dan seterusnya.
Tidak semua penyakit sudah ada vaksinnya, akan tetapi dengan kemajuan teknologi maka semakin banyak penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Mungkin ada sebagian orang berkata, mengapa semakin banyak saja jenis vaksin. Apakah semakin banyak penyakit yang muncul saat ini? Atau justru ada teori konspirasi yang mengatakan bahwa karena semakin banyak vaksin maka semakin banyak penyakit yang muncul. Tentu anggapan-anggapan tersebut tidak benar.
Faktanya adalah, penyakit-penyakit tersebut sudah ada sejak dulu, namun vaksinnya baru bisa kita temukan dan buat seiring dengan kemajuan teknologi. Maka, dengan semakin banyaknya vaksin yang ditemukan, semakin banyak penyakit yang bisa dicegah atau bahkan di masa depan dieradikasi atau dihilangkan.
3. Apa sebenarnya fakta mengenai imunisasi terkait isu-isu/hoax yang beredar?
Ada beberapa hoax yang beredar dan cukup membuat khawatir. Yang pertama adalah kaitan vaksin, khususnya MMR, dengan autisme. Sebenarnya, hoax ini sudah ada sejak lama, dan sudah dibongkar sejak 2011. Hoax ini bermula dari penelitian seorang dokter bernama Wakefield dengan hanya 18 sampel di tahun 1998.
Ternyata setelah diselidiki, penelitian tersebut tidak dilakukan dengan metode yang benar dan validitasnya sangat meragukan. Berbagai penelitian lain yang lebih sahih dan melibatkan sampel jauh lebih besar membuktikan bahwa tidak ada kaitan antara vaksin MMR dengan autisme. Kemungkinan, usia pemberian vaksin MMR (sekitar 1 tahun) bertepatan dengan usia di mana gejala-gejala autisme mulai tampak, sehingga seolah-olah berkaitan.
Yang kedua, hoax bahwa imunisasi tidak bermanfaat. Beberapa orang menyatakan bahwa dirinya tidak divaksin namun sehat-sehat saja. Faktanya, orang yang tidak divaksin memang bisa terlindungi dari suatu penyakit, namun ini sebenarnya adalah efek dari imunisasi yang disebut herd immunity.
Herd immunity merupakan suatu fenomena di mana individu yang tidak divaksin akan secara tidak langsung terlindungi dari suatu penyakit, karena individu-individu lain di sekitarnya divaksin, dan antigen atau virus atau bakteri tidak memiliki tempat berkembang biak (di tubuh manusia). Jadi inilah sebabnya, anak atau individu yang tidak divaksin dapat terhindar dari suatu penyakit. Jadi, sebenarnya, orang-orang yang tidak divaksin tersebut bisa terlindungi dari penyakit karena “memanfaatkan” orang-orang di sekitarnya yang divaksin.
Namun, herd immunity tidak akan terbentuk apabila cakupan atau coverage imunisasi rendah. Rata-rata, cakupan yang dibutuhkan adalah sekitar 90-95% agar herd immunity bisa terjadi. Artinya, apabila ada 90-95% penduduk telah diimunisasi, maka 5% sisanya akan tetap terlindungi walaupun tidak diimunisasi.
Sayangnya, sebagian orang tidak memahami mengenai hal ini, dan menganggap bahwa diimunisasi atau tidak diimunisasi akan sama-sama saja tetap sehat. Padahal, individu-individu yang tidak diimunisasi tersebut bisa terhindar dari penyakit karena 90-95% orang di sekitarnya telah diimunisasi.
Kejadian luar biasa atau outbreak dari berbagai penyakit seperti difteri yang terjadi baru-baru ini, atau campak, rubella, atau polio yang pernah terjadi di masa lalu, adalah bukti dari kegagalan terbentuknya herd immunity akibat menurunnya cakupan atau coverage imunisasi. Jumlah individu yang merasa tidak perlu mengimunisasi dirinya atau anaknya, atau yang menolak untuk diimunisasi, semakin meningkat sehingga cakupan imunisasi menjadi lebih rendah dan tidak cukup untuk membentuk herd immunity.
Apabila kita sudah memahami bagaimana cara vaksin bekerja dalam memicu pembentukan kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, maka kita bisa memberikan jawaban terhadap pertanyaan seperti, "Anak tidak sakit, kok justru diberi kuman penyakit?" yang sering dilontarkan sebagian orang yang tidak mendukung program imunisasi.
Jadi jawabannya, yang dimasukkan ke dalam tubuh bukanlah kuman penyakit dalam bentuk yang sesungguhnya, namun yang sudah dilemahkan (atau sekedar komponen dari kuman) sehingga tidak dapat menimbulkan kondisi sakit, tetapi justru memicu sistem imunitas tubuh untuk membentuk kekebalan terhadap kuman tersebut, sehingga saat kuman yang sesungguhnya menginfeksi tubuh, anak tidak akan mengalami kondisi sakit, atau paling tidak anak tidak akan mengalami gejala yang berat dari penyakit tersebut.
Selain itu, ada istilah vaksin wajib, tambahan, pilihan, dan berbagai istilah lainnya. Banyak yang bertanya, apa saja vaksin yang wajib? Mengapa sebagian vaksin bisa didapatkan gratis tapi lainnya tidak? Mengapa sebagian vaksin yang ada di dokter anak tidak ada di puskesmas? Apakah yang tidak gratis atau tidak ada di puskesmas bukan vaksin yang penting?
Jadi, secara medis tidak ada istilah vaksin wajib dan tidak wajib, atau penting dan tidak penting. Karena, masing-masing vaksin tersebut mencegah penyakit yang berbeda. Yang ada sesungguhnya adalah, sebagian vaksin sudah disubsidi oleh pemerintah, dan sebagian belum. Vaksin yang sudah disubsidi oleh pemerintah, dapat diperoleh di puskesmas atau bidan, dan lebih populer. Misalnya, Hepatitis B, BCG, polio, DPT kombo, dan campak atau MR (campak dan rubella).
Apakah vaksin-vaksin lain tidak penting? Bukan begitu. Keputusan apakah suatu vaksin disubsidi atau tidak, tentu bergantung pada kemampuan ekonomi pemerintah. Apabila pemerintah belum memiliki cukup dana untuk memberikan subsidi terhadap beberapa vaksin selain yang disebut di atas, maka tentu vaksin-vaksin tersebut tidak bisa disediakan secara gratis di puskesmas atau bidan. Di negara maju yang sudah memiliki cukup dana, seperti Singapura atau Jepang, semua vaksin disubsidi, misalnya PCV, rotavirus, cacar air, dan sebagainya. Tentu tidak ada istilah wajib dan tidak wajib di sana, karena semuanya disubsidi sehingga semuanya "wajib".
Beberapa vaksin yang belum disubsidi, seperti PCV dan rotavirus, sebenarnya sangat penting untuk diberikan. Vaksin PCV mencegah infeksi kuman pneumococcus, yang dapat menimbulkan peradangan paru-paru (pneumonia) dan peradangan selaput otak (meningitis). Pneumonia adalah penyebab kematian balita nomor satu di Indonesia.
Sementara, vaksin rotavirus mencegah diare akibat rotavirus. Diare adalah penyebab kematian balita nomor dua di Indonesia. Wah, kalau sepenting itu, mengapa tidak disubsidi? Bukan tidak, tetapi belum. Apabila pemerintah telah memiliki kecukupan dana di masa mendatang, maka semakin banyak vaksin akan bisa disubsidi.
4. Bagaimana rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia terkait imunisasi selama pandemi COVID-19?
Rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, imunisasi tetap diberikan sesuai jadwal, terutama untuk yang berusia di bawah 18 bulan.
Penundaan atau tidak diberikannya imunisasi dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit pada bayi dan anak, seperti tuberkulosis, difteri, pertusis, hepatitis B, dan lain-lain. Dikhawatirkan di masa mendatang akan ada risiko timbulnya kejadian luar biasa, apabila selama pandemi imunisasi tidak diberikan sesuai jadwalnya.
Namun, dalam melaksanakan imunisasi, ada panduan dari IDAI yang seharusnya dipatuhi oleh fasilitas layanan kesehatan yang memberikan imunisasi:
1. Dilakukan pengaturan jadwal kedatangan agar tidak banyak anak maupun orangtua berkumpul terlalu lama di lokasi fasilitas layanan kesehatan tersebut.
2. Ada proses skrining untuk setiap individu yang datang, menanyakan apakah ada gejala atau kontak dengan individu yang terdiagnosis COVID-19, untuk dipisahkan dan ditangani khusus.
3. Dilakukan pemisahan antara anak sakit dan sehat, misalnya di poliklinik yang berbeda, atau hari yang berbeda, sehingga anak yang sakit tidak berkontak dengan yang sehat.
4. Dilakukan pengaturan jarak (physical distancing) selama proses menunggu, minimal 1,5 hingga 2 meter antara orangtua atau anak satu dengan lainnya.
5. Disediakan hand sanitizer atau area cuci tangan, sehingga orangtua dan anak yang datang bisa membersihkan tangan saat datang dan meninggalkan layanan kesehatan.
Yang harus diperhatikan adalah, lokasi imunisasi yang lebih kecil (praktik pribadi, klinik) tidak menjamin risiko lebih rendah dibanding rumah sakit atau puskesmas. Yang terpenting, orangtua harus aktif mencari informasi apakah fasilitas layanan kesehatan yang melakukan imunisasi sudah menerapkan panduan-panduan IDAI tersebut ya.
Mungkin sekian dulu materi yang bisa saya sampaikan, sebelum memasuki sesi tanya jawab. Semoga cukup jelas dan dapat dipahami.
QnA
Pertanyaan 1
Intan-1th5bulan-tangsel-dok nama anak saya fahreza psien dokter di RSPI untuk jadwal vaksin kan sudah dipisah namun jika anak saya ingin vaksin sekaligus tes alergi apakah bisa? Atau harus pisah hari dok? Waktu vaksin terakhir dokter bilang jika dermatitis atopik nya masih belum hilang maka pertemuan selanjutnya akan dilakukan tes alergi
Terima kasih mom Intan di Tangsel.
Untuk vaksin, sekaligus dengan pemeriksaan alergi, bisa dilakukan di hari yang sama, tidak apa-apa.
Pertanyaan 2
Yuni-16 bulan- palembang - sebelum wabah anak saya vaksin sesuai jadwal. Baik yg rekomendasi maupun yg wajib. Sejak pandemi 4 bulan ini bener2 ketinggalan. Rencana nanti usia 18 bulan baru akan vaksin yg wajibnya. Apakah nanti bisa sekalian di barengi dengan vaksin2 rekomendasi yg tertinggal?
Terima kasih mom Yuni di Palembang.
Boleh, imunisasi yang tertinggal bisa sekalian disusulkan dan diberikan bersamaan. Dalam satu kali kunjungan boleh saja diberikan lebih dari satu vaksin asal penyuntikannya di lokasi yang berbeda.
Sehingga, lebih cepat dapat mengejar vaksin yang tertinggal.
Pertanyaan 3
Sayyidah - 14m - Jakbar
Selamat sore, Dok. Izin bertanya. Anak saya terkena TB, dirumah tidak ada yang TB dan sudah konsul juga dengan dr spesialis paru anak katanya kemungkinan dari vaksin BCG yang pernah diberikan. Pertanyaannya, pada case seperti apakah bisa terjadi seperti itu? Apakah dr kondisi anaknya sendiri yang rentan atau bagaimana? Terimakasih Dok.
Terima kasih mom Sayyidah di Jakbar.
Vaksinasi tidak dapat menimbulkan penyakit. Misalnya vaksin campak, tidak bisa menimbulkan penyakit campak, vaksinasi hepatitis B tidak bisa menimbulkan penyakit hepatitis B, dan lain-lain.
Hal ini dikarenakan vaksin adalah komponen dari virus atau bakteri atau virus/bakteri yang sudah dilemahkan sehingga tidak dapat menimbulkan penyakit.
Penularan tuberkulosis bisa dari berbagai sumber, misal orang yang pernah bertemu, dekat dengan anak atau batuk di dekat anak.
Pertanyaan 4
Dessy-40hari-Bekasi
Kalau rekomendasi IDAI utk vaksin anak usia 2 bln kan byk ya dok, blh dibarengi sekali vaksin ga? Biar ga bolak balik RS.
Terima kasih mom Dessy di Bekasi.
Imunisasi boleh diberikan lebih dari satu dalam sekali kunjungan, asalkan disuntikkan di lokasi yang berbeda.
Namun yang perlu diperhatikan, pada bayi usia di bawah 6 bulan tetap disarankan kunjungan ke dokter setiap bulan agar dapat dipantau pertumbuhannya (berat badan, panjang badan, lingkar kepala) dan perkembangannya (sudah bisa apa) supaya tidak luput dari pengamatan apabila ada gangguan pertumbuhan, stunting, atau keterlambatan perkembangan.
Tentunya dengan mengingat bahwa lokasi pemeriksaan atau vaksin sudah menerapkan kriteria sesuai IDAI di atas ya. Alternatifnya, bisa ditimbang di rumah dengan timbangan yang akurat dan dipantau di grafik pertumbuhan (minta diajarkan oleh dokter spesialis anak untuk cara menggunakannya).
Pertanyaan 5
Christine - 6bulan 2hari - Sorowako.
Pertanyaan:
Sore dok, mau tny apabila sdh dpt imunisasi polio 0,1,2,3, apa msh perlu imunisasi IPV dok? Krn di aplikasi Primaku ada IPV, tp di kartu vaksin anak sy ga ada dok, mohon penjelasannya. Terima kasih dok
Terima kasih mom Christine di Sorowako.
Imunisasi IPV tetap perlu diberikan minimal sekali karena jenis virus polionya lebih lengkap dari OPV.
Untuk vaksin Pentabio belum mengandung IPV, sementara Infanrix Hexa atau Hexaxim sudah.
Apabila selama ini diberikan vaksin Pentabio, maka sebaiknya melengkapi IPVnya ya.
Pertanyaan 6
Nama : Tiara
Umur anak : 7 bulan 18 hari
domisili : Palembang
izin bertanya dokter
apakah anak kurang dri 9 bulan bisa terkena campak ? bagaimana penatalaksanaan nya ?
lalu apakah saat di imunisasi campak di usia 9 bulan bisa ttap efektif ? terimakasih 🙏
Terima kasih mom Tiara di Palembang.
Anak berusia kurang dari 9 bulan bisa terkena campak, dan pengobatannya sesuai kondisi atau gejala yang muncul berdasarkan pemeriksaan dokter spesialis anak yang menangani.
Namun perlu diingat bahwa ada banyak penyakit dengan gejala mirip campak (demam, ruam merah) sehingga apabila penyakit campak tidak dipastikan dengan pemeriksaan darah (antibodi campak), maka sebaiknya di usia 9 bulan tetap diberikan vaksinnya.
Pertanyaan 7
Annisa - Ale 14m - Jakarta - Terakhir vaksin umur 9m (MR & PCV 1), Harusnya jadwal vaksin saat 12m untuk cacar air tapi belum, dan bulan Juni ini jadwal PCV II dok, apakah tidak apa sudah telat 2 bulan (hampir 3 bulan) tidak vaksin cacar air? apakah nanti akan digabung dengan PCV II?
Terima kasih mom Annisa di Jakarta.
Apabila ada vaksin yang terlambat diberikan, maka boleh segera disusulkan.
Pemberian vaksin lebih dari 1 dalam sekali kunjungan bisa dilakukan, asal disuntikkan di lokasi yang berbeda.
Pertanyaan 8
Dhida-14bulan-Sala
1. Jika anak hanya mendapatkan imunisasi dasar saja apakah pengaruh dgn kekebalan tubuh nantinya dibandingkan dgn anak yg mendapatkan imunisasi tambahan
2. Jika usia anak sdh lebih dr 12 bulan imunisasi tambahan apa sajakah yg msh bisa diberikan?
3. Jika ingin vaksin PCV tetapi usia sdh lebih dr 12 bulan apakah msh bisa dan max usia brp bisa diberikan vaksin tsb?
Terima kasih mom Dhida di Sala.
1. Masing-masing vaksin melindungi dari penyakit yang berbeda, sehingga apabila ada vaksin yang belum diberikan maka anak belum terlindungi dari penyakit tersebut. Misalnya belum mendapatkan imunisasi cacar air, maka belum mendapatkan perlindungan dari penyakit cacar air.
Namun tidak ada hubungannya dengan daya tahan tubuh anak secara umum.
2. Di atas usia 12 bulan imunisasi yang dapat diberikan adalah cacar air (12 bulan), MMR (15 bulan), DPT ke-4 (18 bulan), hepatitis A dan tipus (2 tahun). Vaksin di bawah 12 bulan yang belum diberikan seperti PCV dan influenza juga dapat diberikan.
Di usia 5 tahun juga akan ada vaksin lain yakni DPT ke-5 dan MMR ke-2, kemudian 10 tahun HPV, dan seterusnya, silahkan dicocokkan dengan jadwal imunisasi dari IDAI ya.
3. PCV masih dapat diberikan di atas usia 12 bulan, tidak ada usia maksimalnya. Silahkan berkonsultasi dengan dokter spesialis anak untuk mengatur jadwal imunisasinya ya agar dapat lebih dilengkapi.
Pertanyaan 9
Tiara - zayn 6,5 bulan - tangsel –
1. apakah boleh vaksin nya di rangkap/di sekaliguskan (misal vaksin anak 7 bln di rangkap jg untuk jadwal vaksin bulan berikutnya) untuk meminimalisir pergi ke RS untuk vaksin?
2. Dan sbyk apa vaksin/brp jenis vaksin yg bisa digabung/di sekaligus kan sekali vaksin? Terima kasih Dok.
Terima kasih mom Tiara di Tangsel.
1. Boleh, silahkan diberikan vaksin lebih dari 1 dalam sekali kunjungan.
2. Tidak ada jumlah maksimalnya, selama disuntikkan di lokasi yang berbeda.
Pertanyaan 10
Nama : Salva
Usia : 2 tahun 5 bulan
Domisili : Tangsel
Sore dokter mau tanya anak saya ada vaksin yg kelewat ifluenza apakah wajib dokter vaksin itu? Terima kasih dokter
Terima kasih mom Salva di Tangsel.
Untuk vaksin Influenza dapat melindungi dari infeksi virus Influenza. Gejala infeksi pernafasan virus ini adalah sesak nafas dan demam tinggi, sehingga berbahaya apabila menyerang.
Maka, sebaiknya vaksin ini juga dilengkapi.
Pertanyaan 11
Nama: Yonnika
Usia Bayi: 2 bulan 2 minggu
Domisili: Semarang
Pertanyaan:
1. Berapa lama rentang waktu pemberian antar vaksin?
2. Apakah pemberian vaksin DPT 1 diberikan saat usia bayi 2 bulan mendekati ke 3 bulan diperbolehkan?
Terima kasih mom Yonnika di Semarang.
1. Jarak waktu pemberian antar vaksin bervariasi, tergantung jenis vaksinnya, ada yang minimal 4 minggu seperti DPT, ada yang minimal 6 bulan seperti hepatitis A. Sehingga perlu dikonsultasikan dengan dokter spesialis anak ya untuk pengaturan jadwal vaksinnya.
2. Boleh saja, apabila tertinggal di usia 2 bulan segera saja disusulkan vaksin DPTnya.
Pertanyaan 12
Nama: Azizah
Usia anak: 2 bulan 22 hari
Domisili: Bekasi
Izin bertanya
1. Apa beda vaksin polio tetes dan polio suntik
2. Apabila anak saat 2 bulan diberikan pentabio dan vaksin polio tetes.. Apakah di usia 3 bulan, diperbolehkan tidak memberikan vaksin polio suntik. Atau harus 4 bulan..
Atau apabila saat 3 bulan sudah dapat langsg diberikan vaksin dtap
Terima kasih mom Azizah di Bekasi.
1. Vaksin polio tetes (OPV) mengandung 2 jenis virus polio, sementara polio suntik (IPV) mengandung 3 jenis virus polio. Maka, minimal bayi harus mendapatkan 1 kali vaksin IPV tersebut agar perlindungannya optimal.
2. Pemberian vaksin polio suntik dilakukan minimal 1 kali dan dijadwalkan bersama dengan Pentabio ke-3. Secara teori, tidak ada larangan untuk diberikan bersama dengan Pentabio ke-2. Pengaturan bahwa diberikannya bersama dengan Pentabio ke-3 adalah agar seragam saja. Apabila di pemberian DPT ke-2 dan ke-3 berganti dengan yang DTaP (Infanrix Hexa atau Hexaxim), juga boleh, dan tidak perlu pemberian vaksin IPV tersendiri lagi.
Pertanyaan 13
Nene, razaq 29m, tangsel.
1.Dok, anak saya lahir di negara 4musim, dimana imunisasinya ada yg tdk diberikan bbrp imunisasi di indonesia, spt thypoid, hepatitis A dan varisela
Apakah ada efek telat banget pemberian 3 imunisasi yg blm tsb dok?
2.Dok, dulu saya waktu kecil diimunisasi. Tapi kenapa ya dok, pada umur 4th saya bisa kena difterinya dok?
Tks
Terima kasih mom Nene di Tangsel.
1. Untuk vaksin yang belum diberikan maka boleh segera disusulkan. Pemberian imunisasi yang terlambat tidak berpengaruh terhadap efektivitas vaksin, hanya selama belum mendapat vaksin maka anak belum terlindungi dari penyakit yang dicegah oleh vaksin tersebut, itu saja.
2. Imunisasi tidak menjamin 100% tidak akan terkena suatu penyakit. Hanya saja risiko terserang penyakit tersebut menjadi sangat amat kecil sekali, dan kalaupun terserang maka bersifat ringan. Perlindungan vaksin juga dipengaruhi oleh lengkap/tidaknya vaksin (karena ada yang pemberiannya beberapa kali/serial) dan variasi individu (bisa jadi ada sebagian kecil individu yang efek perlindungan vaksinnya lebih cepat hilang dari individu lain).
Pertanyaan 14
Nama : Ajeng Reza
Usia Anak : 8 bulan
Domisili : Jakarta
Hallo dokter saya mau tanya, apbila imunisasi dg cara di suntik, dalam sekali tindakan dilakukan 2 kali suntikan ada efek bahayanya ? Terima ksih
Terima kasih mom Ajeng di Jakarta.
Pemberian lebih dari 1 vaksin tidak menimbulkan efek berbahaya.
Masing-masing vaksin ada yang memiliki efek samping, misalnya demam. Apabila diberikan 2 vaksin bukan berarti kemungkinan demamnya jadi berlipat ganda.
Pertanyaan 15
nama: wulan sari
usia anak: 3thn 2bln dan 18bln
domisili: jatinangor sumedang
dok saya anak yg usia 18 bln ada keterlabatan vaksin yg harusnya 9bln yg pertama ketika mau vaksin dalam kondisi sehat besoknya langsung sakit terus seperti itu, yg kedua skrng mau ke rs takut sama pandemi, dok jadi solusi seperti apa ya kira kira,,
apa akan ada efect negatif karena keterlambatan ga dok
Terima kasih mom Wulan Sari di Sumedang.
*Vaksin tidak dapat menimbulkan penyakit, sehingga apabila setelah vaksinasi kemudian sakit, maka kemungkinan hal tersebut kebetulan saja (mungkin ada individu yang sedang sakit yang menulari dari sekitarnya).
*Kalau yang dimaksud adalah setiap saat imunisasi sedang dalam berada dalam kondisi sakit kemudian tertunda, maka sebaiknya begitu sehat segera saja disusulkan imunisasinya. Tidak apa-apa vaksin campak yang seharusnya diberikan di usia 9 bulan segera diberikan sekarang, agar anak segera terlindungi.
*Apabila anak hanya sakit ringan, tanpa demam, misalnya pilek ringan, maka tetap boleh menerima imunisasi, setelah dipastikan kondisinya tidak berat oleh dokter spesialis anak.
*Untuk pemberian selama pandemi, seperti sudah dipaparkan di atas, pastikan dulu lokasi imunisasi sudah menerapkan kriteria sesuai panduan IDAI. Kalau sudah menerapkan, jangan takut datang untuk imunisasi.
Pertanyaan 16
Prita/15 bulan/Bandung
Dok anak saya usia 15 bulan, dan belum imunisasi campak, apakah masih bisa diimunisasi?
Apakah akan ada efek samping karena terlambat memberikan imunisasi campak?
Lalu dok, bagaimana dengan kondisi anak yg sdh diimunisasi tapi tetap saja dia terserang penyakit, contohnya adik saya full imunisasi tapi tetap kena cacar, lalu adik sy yg satu lg sdh diimunisasi tapi tetap kena tb? Hal ini apakah imunisasi nya gagal? Ataukah ada penjelasan lain dok? Terimakasih
Terima kasih mom Prita di Bandung.
1. Bisa, segera saja disusulkan.
2. Pemberian imunisasi yang terlambat tidak berpengaruh terhadap efektivitas vaksin dan tidak ada efek negatifnya, hanya selama belum mendapat vaksin maka anak belum terlindungi dari penyakit yang dicegah oleh vaksin tersebut, itu saja. Jadi selama belum diimunisasi campak maka tetap berisiko terinfeksi penyakit campak.
3. Imunisasi tidak berarti menjamin 100% tidak bisa terserang penyakit ya. Namun mengurangi risiko terinfeksi sehingga sangat kecil sekali.
Vaksinasi cacar air memberikan perlindungan sebesar 85-95%.
Sementara vaksinasi BCG bukan mencegah tuberkulosis paru, namun mencegah tuberkulosis berat contohnya tuberkulosis otak, kelenjar, tulang. Tuberkulosis paru sebenarnya tergolong ke dalam jenis tuberkulosis yang ringan dan tidak dapat sepenuhnya dicegah oleh vaksin BCG.
Pertanyaan 17
Widhi - 30 Bulan - Bintaro Tangsel
Hallo Dok, anak saya sejak lahir pasien dokter sampai skrg di RSPI, mau tanya Dok, imunisasi yg kurang adalah Hepatitis A yg kedua dan influenza.
Ditabel imunisasi, jarak Hepatitis A pertama dengan kedua kan boleh berjarak 6-12 bulan, kalau 6 bulannya jatuh di bulan Juli ini, apakah lebih aman diundur ke jarak 12 bulan, mengingat sedang pandemi saat ini, atau lebih baik diberikan tepat saat jaraknya 6 bulan dr vaksin pertama.
Kemudian, apakah vaksin influenza sudah betul betul diperlukan mulai skrg, karena ada beberapa pendapat yg menyebutkan pemberiannya saat usia anak hendak memasuki umur masuk sekolah.
Dan kalau memang sudah diperlukan mulai skrg, bisakah digabungkan dengan vaksin hepatitis A kedua?
Terima kasih banyak Dokter Caesar, sehat sehat selalu 🙏🏻
Terima kasih mom Widhi di Tangsel.
1. Pemberian vaksin hepatitis A ke-2 dapat diberikan antara 6 - 12 bulan setelah yang pertama. Silahkan diimunisasi kapan saja, namun diberikan sesegera mungkin karena sudah berjarak 6 bulan juga aman karena RS sudah menerapkan pengaturan yang standarnya baik sesuai rekomendasi IDAI. Di sisi lain pandemi ini belum tahu kapan selesainya, belum ada jaminan dalam 6 bulan ke depan sudah berakhir, sehingga tidak disarankan untuk terus menunda-nunda vaksin sambil berharap pandemi usai.
2. Vaksin Influenza dapat diberikan sejak usia 6 bulan, diulang setiap tahun sekali, dan tidak benar bahwa lebih baik diberikan saat mau masuk sekolah saja. Virus Influenza dapat menyerang bayi dan anak sebelum usia sekolah, maka lebih awal diberikan tentu lebih baik, karena selama belum mendaoat vaksin Influenza maka belum memiliki perlindungan terhadap infeksi virus Influenza. Vaksin Influenza dapat diberikan bersama dengan hepatitis A.
Pertanyaan 18
Vivi - 13bln - Tangsel
Dok, apakah boleh vaksin MMR diberikan bersamaan dgn vaksin DPT ke 4? Pd waktu anak usia 15bln
Terimna kasih mom Vivi di Tangsel.
Vaksin boleh diberikan bersamaan lebih dari satu dalam sekali kunjungan, asal disuntikkan di lokasi yang berbeda, dan sesuai dengan jadwalnya.
Vaksin MMR boleh diberikan sejak usia 15 bulan, namun DPT ke-4 sejak usia 18 bulan, sehingga tidak dapat diberikan bersama di usia 15 bulan.
Pertanyaan 19
Yuliyana, Fattan 16bulan, Tangsel
dok.apakah vaksin PCV harus diberikan sebanyak 4 kali..
anak saya telat vaksin PCV 1 baru diusia 7 bulan, vaksin PCV 2 sudah dilakukan, PCV 3 dijadwalkan bulan depan.
apa masih perlu vaksin PCV 4?
dan apa benar jika vaksin PCV 1 dilakukan diatas usia 6 bulan hanya perlu vaksin sampai PCV 3?
terimakasih banyak dok. smg dokter sehat
Terima kasih mom Yuliyana di Tangsel.
*Jadwal vaksin PCV memang sedikit berbeda, karena jumlahnya disesuaikan dengan usia saat menerima vaksinasi PCV pertama.
Apabila diberikan sebelum usia 6 bulan maka totalnya 4 kali, antara 7-12 bulan totalnya 3 kali, antara 1-2 tahun totalnya 2 kali, dan di atas 2 tahun totalnya 1 kali.
Apabila Fattan menerima vaksin PCV pertama di usia 7 bulan, maka totalnya nanti adalah 3 kali vaksin PCV.
*Namun yang penting dipahami adalah, bukan berarti vaksin PCV sebaiknya diberikan nanti-nanti saja, misalnya di atas 1 tahun supaya "cuma" perlu 2 kali, atau di atas 2 tahun supaya "cuma" perlu 1 kali ya.
*Vaksin PCV dapat mencegah radang paru-paru akibat bakteri pneumokokus yang sangat berbahaya pada bayi terutama usia kurang dari 6 bulan. Sehingga, apabila semakin lama ditunda maka bayi atau anak belum terlindungi dari infeksi pneumokokus tersebut.
Pertanyaan 20
sharni- 4 thn- Jaksel.
Pertanyaannya.
Terakhir anak imunisasi campak pas umur 9 bln. Apakah skrg masih bisa untuk melanjutkan imunisasi yg tertinggal
Terima kasih mom Sharni di Tangsel.
Boleh, ada berbagai vaksin yang dapat diberikan setelah campak di usia 9 bulan.
Apabila saat ini sudah berusia 4 tahun, maka segera saja disusulkan vaksin-vaksin yang seharusnya diberikan dari usia 9 bulan hingga 4 tahun ya.
___________________________________________________________
Terima kasih banyak untuk moms semuanya yang telah berpartisipasi dalam kulwap hari ini.
Semoga apa yang saya sampaikan bisa bermanfaat, semakin meyakinkan moms semuanya tentang pentingnya melengkapi imunisasi bayi dan anak, termasuk selama pandemi ini, serta memberikan pencerahan terhadap isu-isu ataupun hoax yang beredar seputar imunisasi.
Apabila ada hal-hal yang masih ragu, atau ingin ditanyakan lebih jauh, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis anak agar informasi yang didapatkan kredibel dan terpercaya, sehingga kita terhindar dari hoax yang tidak bertanggungjawab.
Sebagian informasi yang saya bagikan hari ini dan juga informasi-informasi kesehatan anak lainnya juga sering saya post di media sosial Instagram (@) caessar_p sehingga bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut bisa juga mengecek di sana.
Semoga kita dan anak-anak sehat selalu semuanya dan pandemi ini segera berakhir.
Komentar
Posting Komentar